![]() |
Foto : Ilustrasi Pasien Meninggal |
Keluarga korban meminta pertanggungjawaban RS lantaran diduga melakukan malpraktek dengan menelantarkan pasien. Namun, hal ini kemudian dibantah komisaris yang juga pemilik RS Kartika Husada dr Nidya Kartika Yolanda.
"Selama kendala dalam komunikasi dengan pihak keluarga di mana terjadi kesalahpahaman, terlambat mengetahui informasi yang keluarga inginkan, yaitu meminta resume medis," sambungnya.
Pasalnya, keluarga mendesak resume medis pasien BA demi menjadi syarat rujukan ke rumah sakit lain. Namun, informasi ini diakuinya baru diketahui pada Jumat (22/9), hari keempat setelah (BA) operasi amandel.
dr Nidya memastikan kondisi BA saat itu juga tidak memungkinkan untuk dipindahkan, lantaran kondisinya terbilang sangat lemah. Namun, pihak RS juga terus mengupayakan bantuan rujuk dengan mencari sekitar 80 RS yang bersedia di Jabodetabek.
Sayangnya, tidak ada satupun RS yang bersedia menerima pasien BA. dr Nidya menduga, banyak RS yang berakhir tidak ingin ikut campur dalam persoalan kasus BA, lantaran tidak mau ikut terkena 'getahnya'.
"Alasannya tidak bisa membantu. Mungkin karena kondisi anak yang memang non-transferable, berisiko sekali kalau sampai di sana. Ini kan ada kasus hukum, di mana-mana rumah sakit tidak mau menerima karena takut terbawa-bawa. Di sana kesulitan kami sebenarnya," tutur dr Nidya.
Tim Dokter Dipanggil Dinkes
Kasus bocah meninggal mati otak ini yang menjadi sorotan publik ini belum sepenuhnya terjawab. Terutama soal pemicunya. Tim dokter yang menangani operasi pasien BA belum bisa berkomentar.
Menurut dr Nidya, tim medis tengah dimintai keterangan oleh pihak dinas kesehatan setempat hingga kolegium. Memastikan apakah ada pelanggaran etik serta kepastian dugaan malpraktek yang dilakukan.
Satu hal yang bisa dipastikan dr Nidya, setiap tindakan medis memiliki risiko masing-masing dan hal tersebut sudah disampaikan kepada keluarga pasien BA sebelum memulai tindakan.
"Seperti yang dijelaskan tadi, setiap tindakan memiliki risiko medis dan kecurigaan mati batang otak ada beberapa penyebabnya, mungkin nanti dijelaskan dengan tim medis," komentar dia.
"Tim dokter saat ini lagi dilakukan pemanggilan oleh Dinkes, di jam yang sama, tiba-tiba pada pukul 10:00 WIB pagi ini dipanggil oleh Dinkes, bukan kami yang menghindari," sambung dia.
Baca Juga : Heboh Kabar Brisia Jodie Hamil
Meski belum bisa menjelaskan secara detail, dr Nidya menyebut mati batang otak tidak hanya bisa didasarkan dengan satu faktor, seperti risiko operasi amandel. Pasalnya, penyebab umum kondisi ini juga ditemui saat pasien memiliki riwayat medis.
"Sudah ada risiko itu (mati batang otak). Kita tidak tahu, badan masing-masing orang itu kan berbeda. Kita nggak tahu kondisi medis sebelumnya, reaksi si anak ini, itu kan bisa berbeda setiap orang," terang dr Nidya.
Hal ini menurutnya didukung dengan kondisi kakak BA, yang juga menjalani operasi amandel. Sampai saat ini disebut dalam kondisi sehat, tidak mengalami keluhan apapun usai operasi amandel berjalan lancar.
"Kakaknya, yang juga melakukan operasi amandel di RS kami, saat ini dalam kondisi sehat, sudah bisa berjalan seperti biasa," tegas dia.
Tudingan Kelalaian RS Berujung Dipolisikan
Direktur RS Kartika Husada Jatiasih, Bekasi, drg Dian Indah menyebut pihak RS bakal mengikuti prosedur ketentuan hukum yang berlaku, menyikapi laporan dipolisikan keluarga korban BA.
Orang tua korban melaporkan dugaan malpraktik yang dilakukan pihak rumah sakit kepada Polda Metro Jaya.
Terkait hal tersebut kami tidak menghindar dan sebagai warga negara yang baik kami akan patuh pada hukum yang berlaku, ujarnya.
Tapi rumah sakit punya hak langsung dalam hal hukumnya itu sendiri. Jadi ini adalah informasi yang berisiko mengganggu kita, jadi bisa berbalik, katanya.